Beranda | Artikel
Hukum Kembalian Dibayar dengan Permen
Rabu, 14 November 2018

Permen untuk Uang Kembalian

Apa hukum memberikan uang pengembalian dalam bentuk permen?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Definisi jual beli adalah tukar menukar objek dengan objek yang lain, dengan cara tertentu.

Adanya kalimat tukar menukar menunjukkan bahwa itu terjadi antara dua pihak. Sehingga tidak ada jual beli dalam satu pihak.

Yang dimaksud objek mencakup semua hal yang bisa dijadikan komoditas jual beli, baik barang maupun jasa.

Dengan cara tertentu artinya ada akad yang mengikat yang disebut dengan shighat jual beli.

Ini merupakan definisi jual beli yang disampaikan para ulama Syafiiyah. (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 2/139).

Karena itu, jual beli tidak identik dengan keberadaan uang. Barter barang dengan barang atau tukar tambah barang dengan uang, juga termasuk jual beli. Mendoan ditukar dengan iPad atau telur asin ditukar dengan iMac juga termasuk jual beli.

Kemudian,

Diantara syarat mutlak jual beli adalah harus dilakukan saling ridha.

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu..” (QS. an-Nisa: 29)

Juga ditegaskan dalam hadis dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

“Jual beli harus dilakukan saling ridha.” (HR. Ibn Majah 2185, Ibn Hibban 4967 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Dan untuk bisa disebut ridha, ketika seseorang berada dalam 2 keadaan:

[1] Paham dengan konsekuensi akad

[2] Adanya al-ikhtiyar (tidak ada paksaan).

Ada kaidah yang menyatakan,

الإكراه يسقط الرضا

Unsur paksaan, menggugurkan ridha. (Mudzakirah Qawaid fi al-Buyu’, hlm 117).

Memahami ketentuan di atas, misalnya terjadi akad jual beli sabun (misalnya) dengan harga Rp 2300, sementara pembeli memberikan uang Rp 3000, sementara kembalian senilai Rp 200 diganti permen..

Rp 3000 <==> Sabun + permen

Selama ini dilakukan saling ridha, tidak jadi masalah.

Yang menjadi masalah, bagaimana jika pembeli tidak ridha?

Pada asalnya, permen bukan objek utama. Karena tidak ada niat dari konsumen untuk membeli permen. Karena itu, sebelum memberikan permen, kewajiban penjual untuk menawarkan ke pembeli, apakah bersedia jika kembalian Rp 200 diganti permen.

Jika dia setuju bisa dilanjutkan, dan jika tidak, berikan kebebasan bagi konsumen untuk menentukan penggantinya atau menjadi piutang baginya.

Dirilis oleh salah satu media nasional, bahwa Kepala Bidang Perlindungan Konsumen dan Pengawasan Barang Beredar Disperindagsar Kabupaten Kotim, Bapak Maulana mengatakan,

“Sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, pengusaha ataupun pedagang yang mengganti uang kembalian dengan permen bisa dijerat ancaman sanksi maksimal dua tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.”

Berita ini sudah cukup lama sekitar 5 th yang lalu. Namun fenomena ini menunjukkan bahwa pemerintah juga memberikan perlindungan konsumen dalam masalah ini. Dan apabila terjadi kesepakatan penggunaan permen sebagai pengganti uang kembalian maka hal itu tidak akan menjadi masalah.

Tentu saja, untuk transaksi dengan nilai kecil, kita berharap semua bisa diselesaikan dengan waktu singkat dan tidak berkepanjangan. Anda tentu tidak akan bersedia ketika uang Rp 200 masih menggantung karena tidak ada titik temu antara penjual dengan pembeli. Apalagi jika dijadikan alat untuk rebutan di pengadilan.

Sehingga pada prinsipnya, memberikan pengembalian uang nilai kecil dengan barang yang serupa dan itu disetujui oleh kedua pihak, hukumnya tidak masalah.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/33749-hukum-kembalian-dibayar-dengan-permen.html